Kamis, 27 Oktober 2011

Terites dalam Sosiologis

MAKNA MAKANAN KHAS KARO SECARA SOSIOLOGIS
“TERITES”
O
L
E
H
SALMEN SEMBIRING
080901054

DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN


2010

Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat kasihnya penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengasuh mata kuliah sosiologi kesehatan yang telah mengajarkan banyak pengetahuan dan juga kepada teman-teman yang turut membantu.
Makalah ini berjudul “kajian sosiologis terhadap makanan khas Karo “terites”. Dalam makalah ini banyak dibahas seputar makanan khas tersebut mulai dari cara, bahan, kegunaan, makna dari makanan tersebut bagi Suku Karo. Di bagian berikutnya dibahas tentang makanan tersebut dengan teori-teori sosiologi.
Penulis memahami masih banyak kekurangan dari makalah ini, oleh karenanya penulis juga mengharapkan saran dan masukan dari pembaca makalah ini. Kiranya makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian khususnya sivitas akademik yang mengambil mata kuliah sosiologi kesehatan.



Medan, April 2010


Penulis .




Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan………………………………………………………………………….
I.1 Konsep Makanan…………………………………………………………………………
I.2 Gambaran Sosial Budaya Karo………………………………………………………….
I.3 Makanan pada Suku Karo……………………………………………………………….
I.4 Tujuan
Bab II. Pembahasan………………………………………………………………………….
II.1 Deskripsi Terites…………………………………………………………………………
II.2 Teori-teori Sosiologi……………………………………………………………………...
II.3 Makanan Terites dalam Kajian Sosiologis……………………………………………..
Bab III. Penutup………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………









BAB I
PENDAHULUAN
Kosep Makanan
Kebutuhan manusia akan makan dan minum merupakan keharusan untuk melangsungkan kehidupan. Namun ketika ditinjau secara mendalam makan tersebut bukan hanya tuntutan biologis semata namun ada faktor lain yang mendorong terwujudnya suatu makanan dan minuman. Setiap manusia normal akan menentukan bahan-bahan makanan terutama yang tersedia di lingkungan fisiknya guna konsumsi. Konsep makanan dan minuman tersebut sudah ada pada pikiran masing-masing orang karena merupakan bagian dari budaya.
Makanan secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dimakan untuk proses metabolisma tubuh. Makanan juga dapat diartikan sebagai bahan baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan yang dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan manusia biasanya didapatkan dari hasil bertani dan beternak yang meliputi hewan dan tumbuhan. Makanan manusia dari tumbuh-tumbuhan seperti buah, sayur-sayuran, biji-bijian, dan bumbu-bumbuan. Sedang dari hewani dapat berupa daging dan susu dan produk jadinya yang lain.
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhlik hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitasnya. Makanan dapat membantu memberikan energi, membantu pertumbuhan dan perkembangan. Makanan juga memiliki nutrisi tersendiri dan juga makna tersendiri bagi setiap masyarakat. Secara ilmu gizi makanan secara pengelompokan dapat dibagi ke dalam tiga bagian besar yakni karbohidrat sebagai sumber energi, protein untuk pertumbuhan dan lemak sebagai cadangan energi.
Secara sosiologis makanan juga dibagi ke dalam beberapa jenis antara lain:
1. Makanan dan bukan makanan(faktor budaya)
2. Makanan dari sudut gizi( bersih dan kotor)
3. Makanan dilihat dari unsur( panas atau dingin)
4. Makanan sebagai obat dan obat sebagai makanan yang harus dimakan
5. Makanan status.
Gambaran Sosial Budaya Karo
Suku Karo adalah suku yang mendiami dataran tinggi dan dataran rendah di Sumatera Utara. Suku Karo tersebar di Dataran Tinggi Karo(Kabupaten Karo), Karo Baluren( Dairi), Simalungun Atas( sebagian), Langkat, Deli Hulu( Deli Serdang), Medan, Binjai, Aceh Tenggara dan lainnya. Suku Karo memiliki bahasa tersendiri yakni bahasa Karo. Setiap orang dalam Suku Karo terikat oleh sistem adat yang disebut dengan merga silima, rakut si telu dan tutur si waluh. Jadi dimanapun mereka berada pasti memiliki marga, dan jalan persaudaraan tersendiri.
Kehidupan mereka umumnya dari sektor agraris atau pertanian dan ada juga peterenakan. Pertanian meliputi tanaman pangan, sayur dan buah ada juga tanaman perkebunan di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Peternakan biasanya dikelola sebagai pekerjaan sampingan namun ada juga peternakan besar di Kabupaten Karo(Mbal-Mbal Petarum). Peternakan tersebut berupa ayam, lembu, kambing, babi, dan kerbau.
Suku Karo sebelum kedatangan agama-agama ke Indonesia adalah penganut animism namun ada juga yang mengatakan politeisme yakni memiliki tiga Tuhan. Ketiga Tuhan tersebut adalah Dibata Guru Ni Datas( Allah penguasa atas/awal), Dibata Banua Koling(menguasai dunia tengah-bumi dan manusia) dan Dibata Padukah Aji( Allah penguasa bawah/akhir). Agama yang pertama adalah agama perbegu kemudian dengan datangnya agama Hindhu diubah namanya menjadi agama pemena. Setelah itu datang agama Islam dan Kristen, sekarang mayoritas penduduk Karo telah beragama Kristen Protestan.
Masyarakat Karo memiliki budaya yang unik dalam seni dan budaya termasuk benda-banda kebudayaannyya. Setiap seni memiliki nilai mistis dan makna tersendiri, juga dalam setiap karya memiliki nilai mistis dan makna tersendiri. Beragam corak hias dengan nilai mistis seperti penolak marabahaya, pendatang rejeki, pendamaian dan sebagainya. Alat-alat pertaniannya seperti cangkol, cuan, sabi-sabi, garu dan sebagainya. Sedangkan alat masak dan makannya adalah seperti kudin gelang-gelang(periuk kuningan), kudin taneh(periuk dari tanah liat), capah(tempat makan bersama), ukat(sendok dari bambu) dan banyak lainnya. Alat musiknya disebut dengan gendang lima sendalanen(gong, gendang kecil, sarune) juga ada kulcapi, keteng-keteng dan sebagainya.
Makanan dalam Suku Karo
Pada Suku Karo secara garis besar makanan dapat di bagi ke dalam dua bagian besar yakni makanan sehari-hari dan makanan khusus. Makanan sehari-hari adalah makanan yang setiap harinya dikonsumsi oleh mereka, sedangkan makanan secara khusus adalah makanan yang hanya ada pada saat-saat tertentu saja baru ada.
Makanan sehari-hari suku Karo hampir sama dengan makanan suku lainnya di Indonesia. Makanan pokoknya adalah beras, ditambah lauk-pauk yang dalam bahasa Karo disebut dengan ikan ras gulen(ikan dan sayur). Secara singkat makanan khusus tersebut dapat berupa cimpa dan ragamnya, rires(lemang), terites, cipera, tasak telu, kidu, tape(i), cingcang, daging tutung(panggang) dan lain sebagainya.
Biasanya setiap makanan khusus tersebut disajikan dalam acara-acara khusus suku Karo. Dalam bagian ini akan dijelaskan beberapa antara lain:
• Kerja Tahun(pesta tahunan) biasanya menyajikan cimpa, lemang, beragam masakan daging, tape, terites atau disebut juga pagit-pagit.
• Kerja nereh empo(pesta perkawinan) biasanya menyajikan daging, cingcang dan kadang juga terites.
• Mbesur-mbesuri( pesta untuk syukuran ketika padi mau berbuah dan ketika seorang ibu hamil) biasanya disajikan beragam cimpa, cipera, tasak telu dan pola(nira).
• Erpangir(mandi buang sial) biasanya menyajikan tasak telu, cipera dan pola.
• Perumah begu(memanggil arwah) biasanya menyajikan tasak telu, beragam cimpa, dan cipera.
• Mengket Rumah Mbaru (masuk rumah baru) biasanya menyajikan cimpa, pisang, makanan dari daging kadang juga menyajikan terites jika memotong lembu.
Masih banyak acara khusus dalam suku Karo yang menyajikan makanan khas Karo tersebut. Ada juga makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang agaknya aneh seperti laba-laba sawah, ulat pohon rumbia, cibet(metamorfosa dari capung) dan banyak makanan aneh lainnya.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menganalisis makna makanan”terites” bagi suku Karo dengan analisis sosiologi.
















BAB II
PEMBAHASAN
Deskripsi Terites
Suku Karo memang memiliki sedikit keanehan dalam hal makanan. Banyak makanan yang dianggap jijik bagi suku lain merupakan makanan favorit di kalangan orang Karo. Sebut saja misalnya laba-laba( lawah-lawah) yang di dapat di persawahan mereka konsumsi. Juga kidu atau ulat dari pohon rumbia yang kadang dimakan mentah-mentah, orang karo juga memakan anjing tanah( singke) yang di persawahan. Mungkin yang disebutkan itu hanyalah baru beberapa makanan aneh dalam Suku Karo dan pastinya masih banyak makanan lainnya.
Dalam makalah ini yang dibahas adalah “terites”, sejenis makanan yang bahan dasarnya secara kasar adalah makanan lembu yang telah berada dalam usus lembu. Terites atau sebagian masyarakat lain lebih mengenalnya dengan sebutan pagit-pagit merupakan salah satu makanan yang menurut suku lain adalah hal yang aneh dan mungkin menjijikkan. Terites tersebut diambil dari lambung kedua sapi( lembu dalam masyarakat Karo) dalam istilah biologinya dikenal dengan istilah rumen namun dalam orang Karo disebut tuka si peduaken(usus nomor dua). Kata pagit-pagit sendiri berarti ‘yang pahit-pahit’ adalah padanan kata yang paling cocok.
Secara singkat deskripsi biologis terites adalah sebagai berikut, sapi atau lembu adalah sejenis mamalia yang memamah biak yang mana mengunyah makanan sebanyak dua kali sebelum menjadi kotoran sebenarnya(feces). Makanan yang telah dikunyah pertama oleh lembu masuk ke reticulum lembu. Ketika lembu nantinya istirahat maka makanan yang dari reticulum tersebut dikunyah kembali oleh lembu di mulutnya kemudian dimasukkan ke perut ke dua yang disebut rumen. Dalam rumen inilah berbagai enzim pencernaan lembu bercampur dengan makanannya jadi sari makanan, nutrisi, enzim pencernaan masih banyak disini karena disini hanya pencampuran. Sedangkan penyerapan ada di usus ketiga(usus halus) dan kotoran aslinya ada di usus nomor empat. Terites sendiri diambil dari usus kedua jadi secara biologis memungkinkan banyak terdapat nutrisi, enzim disana, bukan kotoran yang sebenarnya seperti yang diperbincangkan banyak orang selama ini. Namun dalam hal ini terites tersebut tidaklah dianalisis secara ilmu gizi atau biologi tapi secara sosiologi, yakni makna dari terites itu sendiri bagi masyarakat Karo.
Terites adalah makanan yang dimasak dengan beragam bumbu secara Suku Karo. Seperti asal katanya yakni pagit berarti pahit, rasanya memang agak sedikit cenderung ke pahit karena bahannya sari rumput dari usus lembu dan juga bumbu lain yang umumnya terasa pahit juga. Terites ini memiliki bahan dasar sari( perasan air) dari usus lembu tersebut, bungke yang banyak(rimbang), sere, daun ubi, asam yang banyak, jahe, cingkam( kulit kayu hutan yang rasanya juga pahit) dan bulung-bulung kerangen( sejenis daun-daun kayu hutan yang banyak ragamnya tapi memang untuk dikonsumsi). Terites sendiri dimasak minimal selama tiga jam dalam api kadang dimasak sampai enam jam. Terites ini juga dicampur dengan babat, kikil dan daging dari lembu tersebut ketika dimasak.
Namun ada juga masyarakat Karo yang membuat terites tidak hanya dari lembu saja tapi dari kambing dan kerbau juga. Ketiga makhluk tersebut memang sama dalam proses pencernaannya. Tapi yang paling sering dibuat menjadi tersites adalah dari lembu atau sapi. Orang luar banyak menyebut terites ini dengan sebutan soto Karo karena memang mirip dengan soto. Tapi sedikit berbeda dengan rasa dan aroma, terites ini didominasi oleh aroma sari dari uusus lembu tersebut.
Kapankah terites tersebut sering dijumpai dalam masyarakat Karo? Dari beberapa sumber yang didapat terites ini tidak dapat ditemukan setiap hari dirumah-rumah warga. Hanya pada hari-hari tertentu saja makanan tersebut dapat ditemukan. Namun sekarang telah banyak rumah makan Karo yang menyajikan menu terites tersebut. Akan tetapi sesungguhnya terites tersebut dijumpai hanya pada hari-hari istimewa bagi suku Karo. Misalnya dalam Kerja Merdang Merdem atau Kerja Tahun( pesta tahunan dalam masyarakat Karo) makanan tersebut mudah didapatkan. Juga dalam kerja nereh empo(pesta perkawinan) makanan tersebut juga menjadi menu utama.
Beragam makna makan terites juga ada dalam masyarakat Karo. Makna tersebut ada yang berupa mitos dan ada juga yang berupa fakta. Tapi manfaat tersebut bukanlah bagian dari analisis ini melainkan menganalisis secara sosiologis tentang makna tersebut. Misalnya bagaimana mereka dapat mempercayai itu memiliki makna tersendiri bagi mereka(individu maupun kolektif).
Bagi masyarakat Karo sendiri ada beberapa makna dari makanan terites tersebut antara lain secara garis besarnya adalah makanan sebagai obat, makanan sebagai budaya (makanan dan bukan makanan). Secara makanan sebagai obat masyarakat Karo mempercayai terites tersebut dapat mengobati berbagai macam penyakit, antara lain:
 Penyakit maag, hal ini mereka percayai dari sumber bahannya yakni sari makanan lembu yang telah mengandung berbagai komponen makanan yang dibutuhkan.
 Masuk angin
 Peningkat nafsu makan
Sedangkan sebagai makanan budaya, terites tidak mudah didapatkan untuk konsumsi sehari-hari, namun hanya pada saat-saat tertentu saja. Makanan terites akan mudah dijumpai pada saat hari-hari yang menyenangkan seperti:
• Kerja Tahun/Merdang Merdem( pesta tahunan) dimana semua keluarga yang berada jauh berkumpul untuk syukuran atas panen(dulu padi) tapi sekarang berbagai usaha.
• Kerja Erdemu Bayu(pesta perkawinan) dalam hal ini juga keluarga besar dari kedua belah pihak berkumpul untuk melangsungkan pesta adat tersebut.
Namun sekarang ada juga rumah makan khas Karo yang menyajikan terites. Tapi itu merupakan diluar daripada analisis ini. Lagipula belum tentu bahan yang digunakan selengkap yang dibuat ketika acara-acara tersebut. Dan mungkin juga makna terites dalam rumah makan tersebut bukan lagi memiliki makna sebagai obat secara tradisional atau memiliki makna budaya melainkan terites sebagai konsumsi sehari-hari.
Teori-teori Sosiologi
Untuk menganalisis makna terites bagi masyarakat Karo maka digunakan beberapa teori sosiologi diantaranya teori kepercayaan, teori pertukaran dan teori pilihan rasional yang akan diuraikan satu per satu.
Teori kepercayaan
Intisari kerja dari suatu keanggotaan kelompok adalah saling percaya yang didasarkan atas pertukaran informasi. Penerimaan suatu informasi umumnya dipengaruhi oleh latar belakang penerima informasi tersebut misalnya komunikator adalah disenangi atau dicurigai. Kepercayaan kelompok yang besar akan mempunyai sistem komunikasi yang lebih terbuka. Karena banyaknya komunikasi juga akan mempengaruhi derajat kepercayaan dalam kelompok.
Secara terminologi sendiri kata kepercayaan lebih tepat padanan katanya dengan trust. Definisi trust sendiri adalah yakin pada atau percaya atas beberapa kualitas atau atribut seesuatu atau kebenaran suatu pernyataan. Torsvik( dalam Damsar) menyebutkan kepercayaan merupakan kecenderungan perilaku tertentu yang dapat mengurangi risiko yang muncul dari perilakunya. Sedang menurut Gidddens( dalam Damsar) menyebutkan bahwa kepercayaan adalah keterikatan, bukan terhadap risiko melainkan pada berbagai kemungkinan. Kepercayaan selalu mengandung konotasi keyakinan ditengah-tengah berbagai akibat yang serba mungkin, apakah dia berhubungan dengan tindakan individu atau dengan beroperasinya system. Dugaan keyakinan biasanya melibatkan kebaikan atau penghhargaan dan cinta kasih. Jadi kepercayaan secara psykologis mengandung konsekuensi bagi individu yang percaya atau menjadi sandera moral.
Menurut Giddens kepercayaan itu adalah keyakinan akan reliabilitas seseorang atau system, terkait berbagai hasil atau peristiwa, dimana keyakinan itu mengekspresikan suatu iman terhadap integritas atau cinta kasih orang lain, atau terhadap ketepatan prinsip abstrak( pengetahuan teknis).
Komunitas masyarakat lokal memberikan lingkungan yang begitu baik bagi tumbuh kembangnya kepercayaan dalam masyarakat. Menururt Giddens, komunitas masyarakat lokal tidak dikaitkan dengan romantissme budaya, tapi lebih kepada arti penting dari relasi lokal yang diatur dalam konteks tempat dimana tempat belum ditransformasi oleh relasi ruang dan waktu yang berjarak. Oleh karenanya komunitas local sebagai tempat yang menyediakan suatu hubungan yang bersahabat. Kosmologi religius merupakan bentuk kepercayaan dan praktik ritual yang menyediakan interpretasi providensial atas kehidupan dan alam. Kosmologis religius menyediakan interpretasi moral dan praktik bagi kehidupan pribadi dan bagi dunia alam yang mempresentasikan lingkungan yang aman bagi pemeluknya.
Tradisi juga dapat menjadi lingkungan yang baik bagi perkembangan kepercayaan masyarakat. Tradisi merupakan sarana untuk mengaitkan masa kini dengan masa depan, berorientasi pada masa lampau dan waktu yang dapat berulang. Tradisi merupakan suatu rutinitas. Namun, tradisi adalah rutinitas yang penuh makna secara intrinsic, disbanding dengan perilaku kosong yang hanya berorientasi pada kebiasaan semata. Makna aktivitas rutin berada dalam penghormatan atau pemujaan yang melekat dalam tradisi dan dalam kaitan antara tradisi dan ritual.
Tradisi keluarga yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui sosialisasi menguatkan hubungan kekerabatan, komunitas masyarakat local, dan kosmologi religius sebagai lingkungan bagi pertumbuhan kepercayaan masyarakat. Keluarga sebagai lingkungan utama yang memberikan tempat tumbuh kembangnya kepercayaan di antara sesama anggota keluarga. Hubungan tersebut menjadi kekuatan dalam membangun tujuan dari kalangan masyarakat. Hubungan dari luar hal tersebut membangun hubungan social yang dibina melalui interaksi social.
Menurut Giddens ada tiga lingkungan yang dapat menimbulkan kepercayaan yakni system abstrak, relasi personal, dan orientasi masa depan. System abstrak merupakan mekanisme institusional yang mencabut hubungan-hubungan social dari konteks local dan perubahan hubungan-hubungan tersebut menuju rentang ruang dan waktu yang tidak terbatas melalui alat simbolis. Alat simbolis merupakan sarana pertukaran yang dapat diedarkan pada waktu dan tempat tertentu. Relasi personal menjadi tempat berkembangnya kepercayaan dalam masyarakat. Kepercayaan terhadap orang terkait dengan relasi personal dalam komunitas local dan jaringan kekerabatan. Sedangkan dalam orientasi masa depan berupa pemikiran kontra-faktual sebagai bentuk keterkaitan masa lalu dan masa kini dapat menjadi lingkungan kepercayaan pada masyarakat.
Kepercayaan umumnya dikaitkan dengan keterebatasan perkiraan dan ketidakpastian yang berkenaan dengan perilaku orang lain dan motif mereka( Gambetta dalam Damsar). Setiap orang memiliki keterbatasan dalam memperkirakan sesuatu, untuk mengatasinya maka ia harus mengadakan hubungan dengan orang lain. Luhhman memandang bahwa kepercayaan merupakan suatu cara yang terpenting dari orientasi manusia terhadap dunia. Kepercayaan adalah suatu mekanisme yang ada di setiap kehidupan social. Kepercayaan memelihara keberlangsungan dalam masyarakat.
Kepercayaan memperbesar kemampuan manusia untuk bekerjasama, bukan didasarkan atas kalkulasi rasional kognitif melainkan melalui pertimbangan dari suatu ukuran penyangga antara keinginan dan harapan. Kerjasama tidak mungkin tidak terjalin kalau tidak didasarkan atas adanya saling percaya di antara anggota. Kepercayaan juga meningkatkan toleransi terhadap ketidakpastian.
Bentu kepercayaan dapat dilihat dari kemunculannya. Berdasarkan kemunculannya kepercayaan dapat dibagi atas kepercayaan askriptif dan kepercayaan prosesual. Kepercayaan askriptif muncul dari hubungan yang diperoleh berdasarkan cirri-ciri yang melekat pada pribadi seperti latar belakang kekerabatan, etnis, dan keturunan yang dimiliki. sedangkan kepercayaan prosesual muncul melalui proses interaksi social yang dibangun oleh para actor yang terlibat.
Teori Pertukaran
Homans mengakui bahwa manusia adalah makhluk social dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan orang lain. Is menerangkan bahwa perilaku manusia tidak berubah akibat interaksi lebih berasal dari manusia lain disbanding dari lingkungan fisik. Interaksi juga menimbulkan sesuatu yang baru yang dapat dijelaskan dengan prinsip psikologi. Menurut Homans perilaku social sebagai pertukaran aktivitas, nyata atau tidak nyata, dan kurang lebih sebagai pertukaran reward atau biaya, sekurang-kurangnya antara dua orang.
Homans membuat beberapa proposisi dalam menjelaskan perilaku manusia dalam teori pertukaran ini yakni proposisi sukses, proposisi pendorong, proposisi nilai, proposisi deprivasi- kejemuan, proposisi persetujuan-agresi, dan proposisi rasionalitas. Proposisi sukses, diterangkan bahwa jika seseorang mendapatkan reward dalam tindakannya yang khusus maka orang tersebut akan semakin sering melakukan tindakan khusus itu.
Dalam proposisi pendorong dijelaskan bahwa jika kejadian dimasa lalu dorongan tertentu menyebabkan tindakan seseorang mendapat reward, maka orang tersebut akan menginginkan dorongan serupa di masa kini dengan masa lalu dan makin besar kemungkinan orang tersebut melakukan tindakan serupa. Dalam proposisi nilai dijelaskan bahwa jika seseorang merasa sesuatu tindakan semakin bernilai bagi dirinya maka makin besar kemungkinan ia akan melakukan tindakan tersebut. Dalam proposisi deprivasi-kejemuan Homans menjelaskan bahwa semakin sering orang mendapat reward dalam waktu yang dekat dan teratur maka nilai reward berikutnya akan semakin berkurang. Dalam proposisi ini juga dijelaskan bahwa jika makin besar keuntungan yang diperoleh dari hasil tindakannya maka makin besar kemungkinan ia akan melakukan tindakan itu.
Sedangkan dalam proposisi persetujuan-agresi ada dua proposisi yakni jika seseorang tidak mendapat reward yang ia harapkan atau mendapat hukuman yang tidak diharapkan maka ia akan marah dan semakin agresiflah tindakannya berikutnya. Sedang proposisi lainnya adalah jika seseorang mendapat reward yang lebih dari yang ia harapkan atau tidak menerima hukuman yang ia bayangkan maka ia akan puas dan ia akan melakukan tindakan yang disetujui. Dalam proposisi rasionalitas, seseorang akan memilih salah satu tindakan alternative dari berbagai pilihan yang menurutnya paling bernilai, berpeluang untuk mendapatkan hasil yang lebih besar.
Homans menghubungkan proposisi rasionalitas dengan proposisi kesuksesan, dorongan, dan nilai. Proposisi rasionalitas menerangkan bahwa apakah orang akan melakukan tindakan atau tidak tergantung pada persepsi mereka mengenai peluang sukses. Akan tetapi yang menentukan persepsi ini ditentukan oleh kesuksesan dimasa lalu dan situasi masa kini. Pada akhirnya dapat diringkas bahwa actor adalah pencari keuntungan yang rasional.
Dalam teori pertukaran ada juga konsep nilai dan norma. Menurut Blau, mekanisme yang menengahi struktur social yang kompleks adalah norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Kesepakatan bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan social dan sebagai matarantai hubungan social. Konsensus nilai mengganti pertukaran tidak langsung dengan pertukaran langsung. Seorang anggota menyesuaikan diri dengan norma kelompok dan mendapat pesetujuan karena penyesuaian diri mendapat persetujuan implicit karena memberikan kontribusi atas pemeliharaan dan stabilitas kelompok.
Nilai khusus dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai media integrasi dan solidaritas. Nilai ini membantu mempersatukan seluruh anggota sebuak kelompok atau masyarakat berkenaan dengan suatu hal. Nilai dipandang sebagai kesamaan perasaan di tingkat kolektif yang mempersatukan individu atas dasar hubungan tatap muka. Nilai juga dapat memperluas ikatan pergaulan melampaui batas daya tarik personal saja. Nilai khusus juga membedakan orang kedalam dua kelompok yakni anggota kelompok atau bukan anggota. Dengan demikian, nilai ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan fungsi integritas.
Asumsi dasar teori pertukaran adalah sebgai berikut:
a.Manusia adalah makhluk rasional, memperhitungkan untung dan rugi. Teori pertukaran melihat bahwa perilaku manusia terus-menerus terlibat dalam memilih di antara perilaku-perilaku alternative dengan pilihan mencerminkan biaya dan ganjaran yang diharapkan berhubungan dengan garis perilaku alternative itu. Tindakan social itu dipandang ekivalen dengan tindakan ekonomis. Suatu tindakan adalah rasional berdasarkan perhitungan untung dan rugi.
Dalam rangka interaksi social, actor mempertimbangkan keuntungan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Oleh sebab itu, semakin tinggi ganjaran yang diperoleh makin besar peluang perilaku akan diulang. Sebaliknya, makin tingggi biaya atau ancaman yang akan diperoleh maka makin kecil kemungkinan perilaku yang sama akan diulang.
b.Perilaku pertukaran social dapat terjadi bila(1) perilaku tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain,(2) perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Perilaku social terjadi melalui interaksi social yang mana pelaku berorientasi pada tujuan.
c.Transaksi-transaksi pertukaran terjadi hanya apabila pihak yang terlibat memperoleh keuntungan dari pertukaran tersebut.
Sebuah tindakan pertukaran tidak akan terjadi apabila dari pihak-pihak yang terlibat ada yang tidak mendapatkan keuntungan dari suatu transaksi perukaran. Keuntungan dari suatu pertukaran tidak hanya berupa materi tapi juga dapat berupa asimetri seperti kasih saying, kehormatan, keperkasaan dan sebagainya.
Pertukaran social tidak mungkin terjadi kalau satu pihak saja yang mendapat keuntungan, sedang pihak lain tidak mendapat apa-apa, apalagi justru mendapat kerugian. Hubungan persahabatan atau perkawinan tidak mungkin terjadi jika salah satu pihak merasa tidak ada keuntungannya atau merasa rugi akibat hubungan tersebut. Jadi hubungan akan tetap terjalin jika kedua belah pihak saling menguntungkan.
Teori Pilihan Rasional
Teori pilihan rasional mendasarkan gagasan bahwa tindakan perseorangan mengarah kepada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan. Ada dua unsure yang mendasari teori ini yakni sumber daya dan actor. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan dapat dikontrol oleh actor.
Coleman mengakui bahwa dalam kehidupan nyata orang tidak selalu berperilakuasonal. Asumsinya dalah bahwa ramalan teoritis yang dibuat sebenarnya akan sama saja apakah actor bertindak tepat menurut rasionalitas seperti yang dibayangkan atau menyimpang dari cara-cara yang telah diamati. Dalam menjelaskan teori ini ia membuat pandekatan yakni perilaku kolektif dan norma. Ia memilih perilaku kolektif karena cirinya yang sering tidak stabil dan kacau sukar dianalisis dengan teori pilihan rasional. Namun, menurutnya teori pilihan rasional dapat menjelaskan fenomena tersebut. Apa yang menyebabkan perpindahan dari actor rasional ke berfungsinya system yang disebut perilaku kolektif yang liar dan bergolak adalah pemindahan sederhana pengendalian atas tindakan seorang actor k eke actor lain yang dilakukan secara sepihak bukan sebagai bagian pertukaran.
Mengapa orang secara sepihak memindahkan control atas tindakan kepada orang lain? Jawabannya adalah menurut teori pilihan rasional, mereka berbuat sedemikian dalam upaya memaksimalkan kepentingan mereka. Biasanya upaya memaksimalkan kepentingan individual itu menyebabkan keseimbangan control antara beberapa actor dan ini menghasilkan keseimbangan dalam masyarakat. Tapi dalam kasus perilaku kolektif, karena terjadi pemindahan control secara sepihak, upaya memaksimalkan kepentingan individu tak mesti menyebabkan keseimbangan system.
Norma. Meskipun norma dapat digunakan untuk menerangkan perilaku individu, namun tidak dapat menerangkan mengapa dan bagaimana cara norma itu terwujud. Menurut Coleman norma diprakarsai dan dipertahankan oleh beberapa orang yang melihat keuntungan yang dihasilkan dari pengamalan terhadap norma dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma itu. Orang ingin melepaskan pengendalian terhadap perilaku mereka sendiri, tetapi dalam proses, mereka memperoleh pengendalian melalui norma terhadap perilaku orang lain.
Actor dilihat berupaya memaksimalkan nilai guna mereka sebagian dengan menggerakkan hak untuk mengendalikan diri mereka sendiri, dan memperoleh hak untuk mengendalikan orang lain. Karena pemindahan pengendalian itu tidak terjadi secara sepihak maka dalam norma akan terjadi keseimbangan. Tapi terkadang norma berperan menguntungkan orang tertentu dan merugikan orang lain. Dalam kasus tertentu, actor menyerahkan hak untuk mengendalikan tindakan orang lain. Selanjutnya, keefektifan norma tergantung kepada kemampuan melaksanakan consensus itu. Consensus dan pelaksananyalah yang mencegah tanda-tanda ketidakseimbangan perilaku kolektif.
Coleman mengakui bahwa norma saling berkaitan. Ia melihat internalisasi norma memapankan system sanksi internal, actor member sanksi terhadap dirinya sendiri bila ia melanggar norma. Jadi seorang actor atau sekumpulan actor berupaya keras untuk mengendalikan actor lain dengan mengingatkan norma yang diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Seorang actor berkepentingan untuk menyuruh actor lain menginternalisasikan norma dan mengendalikan mereka. Ia merasa bahwa hal ini adalah rasional karena upaya seperti itu dapat efektif.
Makna Makanan Terites dalam Kajian Sosiologis
Terites seperti yang telah dijelaskan di atas memiliki dua makna atau fungsi dalam masyarakat Karo antara lain makna kesehatan(persepsi masyarakat, bukan medis) dan makna budaya( meneruskan tradisi-tradisi). Secara makna kesehatan terites tersebut diyakini dapat mengobati berbagi penyakit( yang mereka definisikan sendiri). Dan makna budaya yaitu bagaimana terites dapat menggambarkan budaya atau tradisi agar tetap berjalan.
Bagaimana terites ini diyakini dapat mengobati beragam penyakit yang mereka definisikan? Seperti teori yang telah diuraikan diatas, dimana orang yang memberikan makanan tersebut adalah orang-orang yang memilkiki relasi atau hubungan dekat dengan mereka yang secara otomatis tidak akan diragukan. Misalnya jika seorang anak disuruh ibunya beribadah maka anak tersebut tanpa banyak alternative pikiran menyangkal orang tuanya atu membantahnya karena anak tersebut telah memiliki relasi yang begitu dekat sehingga si anak tanpa berpikir panjang akan melaksanakannya juga.
Demikian halnya orang Karo mempercayai itu dapat menyuembuhkan berbagai penyakit dimana orang yang menyatakan itu dapat menyembuhkan penyakit itu adalah saudara-saudara dekat mereka(gemainschalft) misalnya paman, mama, bibi dan banyak relasi dekat lainnya. Dan terpenting adalah makna terites sebagai obat ini akan terus diwariskan kepada generasi berikutnya oleh orang yang mendapatkan informasinya. Dan akan diwariskan ketika ada komunikasi( misalnya ada keluarga terkena penyakit maag, maka akan diberitahukan oleh keluarga dekat bahwa terites ampuh mengobati penyakit tersebut dan orang yang sakit tersebut akan percaya dengan argumentasi komunikator karena hubungan mereka yang dekat, hal ini dikarenakan pikiran mereka tidak mungkin keluarga dekat membohongi atau mencelakakan mereka).
Dalam makna budaya juga diikat oleh kepercayaan mereka atas apa yang telah mereka dapatkan(pertukaran) dan menetapkan pilihan bahwa itu sedemikian kebenarannya(pilihan). Terites ini ada pada saat-saat anggota keluarga besar berkumpul. Misalnya dalam kerja tahun(pesta tahunan) dimana keluarga besar yang telah jauh (tempat dan hubungan darah) juga masih diundang, misalnya sipemeren(anak dari persaudaraan nenek pihak perempuan) dan hubungan yang lain. Jadi dapat dijelaskan bahwa terites ini juga dapat mengikat hubungan. Perlu dijelaskan bahwa dari dulu lembu atau sapi adalah barang mahal yang jika hanya seorang saja yang menyandang dana akan susah membelinya. Oleh karena itu ketika semua keluarga besar berkumpul maka dana(biaya) akan cukup untuk memotong lembu dan membuat terites tersebut. Misalnya beberapa puluh keluarga memotong satu lembu baru mampu membelinya. Jadi dengan demikian terites secara tidak langsung telah membuat hubungan semakin erat dalam keluarga mereka.
Demikian misalnya pada pesta perkawinan orang Karo yang menyajikan makanan terites tersebut. Bagaimana secara social mereka dihubungkan oleh perasaan saling menolong. Orang yang mengadakan pesta(ekonomi menengah) akan mendapatkan utang yang banyak jika membuat pesta adat. Oleh karena itu maka dalam pesta dibuatlah terites sebagai lauk umum yang biayanya juga akan dibebankan bersama kepada seluruh undangan. Dalam suku Karo ada istilah pertama dalam setiap pesta adat, pertama ini berupa uang sumbangan yang secara symbol membantu pemilik pesta dalam hal biaya. Dengan demikian terites menjadi tradisi dalam setiap pesta perkawinan( tapi sekarang semakin jarang) untuk mengirit biaya dalam hal konsumsi dan demikian diwariskan secara terus-menerus.















Terites diambil dari rumen.


Gambar terites dalam bentuk siap saji

BAB III
PENUTUP
Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
- Terites adalah makanan khas Karo yang terbuat dari sari makanan usus lembu yang dipadu dengan beragam bumbu memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Karo.
- Makna terites dapat dibagi kedalam dua bagian yakni sebagai obat(terhadap penyakit yang didefinisikan oleh mereka) dan makna budaya( dalam acara-acara tertentu yang biasa dilakukan).
- Makna terites dalam masyarakat Karo dapat dianalisis dengan teori kepercayaan, pertukaran dan pilihan rasional.
- Makna terites dalam masyarakat Karo didasarakan atas kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dan sebagai makna budaya, didasarkan atas pertukaran yang didapatkan, dimana setiap pesta adat mereka menjadi saling membantu dalam hal biaya karena dianggap memiliki uang keluar yang besar dengan menyajikan terites ini sebagai makanan dalam jamuan pesta tersebut.









Daftar Pustaka
Bujang, Ibrahim dkk. 1995. Makanan: Wujud Variasi dan Fungsi Serta Cara Penyajiannya pada Orang Melayu Jambi. Depdikbud.
Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Media Group
Muzaham, Fauzi. 1995. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press
Ritzer, George dan Doglas J.G.. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Sumber lain:
http://www.kampuskomunikasi.blogspot.com/2008/04/interpersonal-teori-kepercayaan.html.diakses8/4/2010-12.59P.M
http://www.onitblog.blogspot.com
http://www.kutaraya0405.wordpress.com
http://www.klikganda.blogspot.com
http://www.aksesories.blogspot.com/2007
http://www.id.wikipedia.org/wiki/makanan-diakses06.15P.M
http://www.perbesi.com

Kamis, 06 Oktober 2011

Permasalahan Pertanian Karo(Secara Sosiologis)

Permasalahan Pertanian Kabupaten Karo
(Dalam Kacamata Sosiologi)
Latar Belakang
Masyarakat Karo tidak pernah terlepas dari kehidupan pertanian. Mayoritas penduduk Suku Karo adalah petani. Selain pertanian sebagai kegiatan ekonomi subsisten juga sebagai kegiatan pertanian profit. Suku Karo adalah pemegang andil terbesar dalam pertanian klasik di Sumatera Timur-Sumatera Utara. Anderson (dalam Peltzer 1978:21) mengatakan bahwa Suku karo adalah pengekspor lada terbesar pada tahun1800-an kemudian disusul oleh tembakau. Anderson kemudian mengatakan bahwa petani Karo adalah petani yang tangguh dan petani teladan karena pengalamannya yang melihat keuletan petani karo saat itu.
Pertanian modern(terutama jenis-jenis tanaman) pertama kali dikenalkan oleh para penginjil Zending Belanda ke dataran tinggi Karo. Hal tersebut dilakukan sebagai politik untuk mengurangi “pemberontakan Karo” di Karo Jahe(Peltzer:94 dan sumber online). Pada akhirnya pertanian itu berkembang dan terus berkembang. Produk yang paling terkenal dan pernah mencapai puncak kejaan ekspor adalah kol dan kentang ke Malaysia dan Singapura.
Pertanian di Kabupaten Karo mulai bergejolak ketika berhentinya ekspor ke dua negara jiran tersebut pada tahun 1960-an. Masalah terbesar yakni ketika krisis moneter pada 1997 secara perlahan membunuh pertanian di Karo. Masalah kemudian bertambah satu demi satu mulai dari harga, pupuk, pasar dan sebagainya.
Tinjauan Sosiologis Mengenai Permasalahan Pertanian Karo
1. Pasar atau Pemasaran
Masalah ini pertama kali menjadi kendala sejar permusuhan Indonesia dengan Malaysia, kemudian setelah perdagangan bebas Cina-ASEAN pada 2010. Permasalahan dalam hal ini adalah penguasaan pasar, selama ini produk pertanian Karo hanya dapat menembus pasar local(SUMUT) hal ini terutama untuk sayur dan bunga juga beberapa jenis buah. Sedangkan untuk beberapa jenis buah seperti jeruk dan markisa dapat menembus pasar Sumatera dan Jawa.
Produk pertanian Karo dalam hal ini harus gigih bersaing dengan lawan utamanya dari Cina. Jika tidak dapat melawan produk “Kalak Cina” tersebut maka produk pertanian Karo akan menjadi penonton.

Dalam hal ini perlunya promosi dan perluasan pasar. Menurut tinjauan sosiologis, sesuai dengan kondisi mayoritas masyarakat Karo adalah petani maka perlu dibentuk suatau badan atau komisi pada PEMKAB KARO khusus menangani pemasaran ini. Jika tidak terbentuk maka hal ini dapat dikatakan sebagai kelemahan struktur atau struktur pemerintahan yang mandul atau ‘salah tingkah.’ Karena hal ini berkaitan dengan harga yang akan dibahas di bagian berikutnya. Selain itu dapat dengan mencari pasar baru di luar SUMUT oleh calon distributor baru hal ini akan sama-sama menguntungkan antara petani dan distributor(sebagai usaha baru).

2. Harga
Harga produk pertanian berkaitan dengan untung rugi kegiatan pertanian. Selama ini sejauh pengamatan penulis bahwa permasalahan harga di Karo adalah fluktuasi yang sangat tajam. Hari ini dapat sangat mahal beberapa hari kemudian bisa-bisa tidak laku. Hal ini berkaitan dengan jumlah produksi pertanian dan pasar. Saat ini ada kecendrungan di kalangan petani Karo apa yang mahal di pasaran maka akan menjadi primadona untuk ditanam.(Kasus cabai merah tahun 2010 dan 2011-pada tahun 2010 harga tertinggi di beberapa pasar tradisional adalah Rp.55.000,- di oktober sampai puncaknya januari 2011. Bandingkan kemudian pada maret 2011 harga cabai bahkan hanya Rp.6000,-/kg perbandingannya adalah 9:1)

Kelanjutan dari pembahasan ‘pasar’ diatas jika ada badan yang mengaturnya maka harga dapat terkontrol dimana ketika produksi mebludak badan tersebut dapat menampungnya dan menyalurkannya kembali ketika produksi menyusut. Selain itu perlunya kesadaran petani untuk memperkaya jenis tanaman dengan mempelajari daerah per kecamatan dengan produk pertanian yang dihasilkan. Misalnya daerah Kecamatan Merek adalah penghasil cabai dan kentang terbesar maka di daerah Tiga Binanga tidak perlu menanam jenis tersebut tapi dapat menanam jagung misalnya.

Selain hal tersebut dalam hal ini juga perlunya “INFORMASI”. Mengapa perlu? Harga produk pertanian berkaitan dengan informasi yang diketahui oleh para petani, seperti informasi perkembangan harga, informasi jumlah produk pertanian di Karo, informasi cuaca dan prediksi cuaca. Dalam hal ini perlunya kerjasama berbagai instansi terkait seperti Dinas Kominfo, BPS KARO, BMKG SUMUT, radio daerah dan persuratkabaran daerah. Disinilah pentingnya sebuah jaringan antar orang Karo jika menginginkan orang Karo menjadi penguasa pertanian kembali.


3. Pupuk
Persoalan pupuk menjadi gunjang-gunjing setelah era reformasi ditandai dengan kenaikan harga pupuk yang sangat tinggi. Pada akhirnya pemerintah mengeluarkan pupuk bersubsidi (Urea, Phonska, ZA, SP dan Organic Fertilizer). Permasalahannya kemudian adalah jumlah pupuk yang diberikan. Bisa dikalkulasikan, jika sebatang jeruk usia 7 tahun membutuhkan pupuk sebanyak 5kg (NPK-dianggaplah pupuk subsidi sudah memenuhi unsure tersebut sesuai jumlah yang dibutuhkan) maka hanya cukup untuk 40 batang jeruk/ 1 paket subsidi-panduan USAID AMARTA). Oleh karenanya petani tetap membeli pupuk nonsubsidi, masalahnya kembali kepada harga pupuk yang mahal dan kembali ke persoalan jumlah untung rugi. Masalah ini tidak begitu terasa bagi petani besar atau pemilik modal yang besar. Apakah semua petani Karo petani bermodal besar?

Solusi sejauh ini adalah pengenalan pupuk organik(bokasi). Suku Karo memang mengenal pupuk organic sejak dulu yang dinamai dengan berbagai jenis seperti taneh kerangen, taneh pinugun, perabun, kubang(pupuk kandang). Ternyata pertanian modern memiliki cara tersendiri agar penggunaan pupuk organic dapat optimal. Masalahnya dari manakah petani dapat mengetahui hal tersebut? Dalam hal ini perlu kiranya berbagai pihak segera bergegas, misalnya kaum intelektual bergabung dengan sarana informasi daerah(pemerintah terkait dengan surat kabar yang ada di daerah). Sistemnya jangan seperti permainan petasan yaitu ketika dibakar langsung dilemparkan, tapi harus seperti bahan bakar dalam mesin terus mengalir.
4. Pengetahuan
Hal ini berkaitan dengan permasalahan 1, 2, 3 dimana bertani itu adalah sama seperti kehidupan manusia yaitu long life education. Dari manakah seseorang dapat belajar? Bisa secara formal bisa juga secara nonformal ataupun informal. Secara formal yaitu dari penyuluhan pertanian(pemerintah atau insntansi), secara nonformal yaitu pelatihan, seminar, sekolah lapangan. Sedangkan secara informal dapat dari pengalaman pribadi.

Ketika masyarakat Karo dikenalkan dengan berbagai varietas modern maka perlu banyak belajar tentang jenis tanaman tersebut. Di era modernisasi saat ini jika pengetahuan dari pengalaman pribadi(informal) maka akan kalah cepat dalam bersaing dengan petani lain. Apa yang penting dalam hal ini? Jawabannya partisipasi. Kajian ini lebih cenderung melihat kepada kajian struktur dan jaringan jadi menurut penulis disini perlu pemerintah mengalirkan ‘pengetahuan’ tersebut dan perlunya juga petani menyisihkan waktu untuk belajar pengetahuan tersebut. Lagi. Lagi jaringan pemerintah, cendekiawan Karo, media massa perlu dimanfaatkan.

Pemerintah dan Suku Karo memang mulai krisis “kepercayaan” saat ini. Petani tidak tahu lagi harus mempercayai siapa. Bahkan sesama petani dalam satu kampung sekalipun mereka tidak percaya karena adanya perasaan takut disaingi, ACC, pelit ilmu. Pemerintah juga demikian, masyarakat Karo seolah-olah dapat berkembang dan maju tanpa pemerintah. Kalau demikian apalah guna PEMKAB KARo, lebih baik dibubarkan saja. Seperti control pestisida dan pupuk palsu, disini tidak mungkin petani yang harus buka labolatorium untuk menelitinya. Masyarakat Karo adalah masyarakat yang sangat terbuka tapi sekali dibohongi maka akan selamanya kepercayaan itu menghilang. Hal tersebutlah yang terjadi ketika pupuk palsu beredar pada tahun 2000-an. Krisis kepercayaan. Pada akhirnya sikap ACC yang dimiliki masyarakat(sekalipun sedikit) dengan munculnya sikap instan/modenisasi dan individualism maka kepercayaan itu semakin menipis di kalangan orang Karo. Adi la aku, ise pe ula(Kalau bukan aku, maka siapapun tidak).

Rasa kepercayaan ini dapat ditumbuhkan kembali, dengan penguatan identitas Karo. Rasa solidaritas dan kekeluargaan Karo dapat menjadi acuan untuk menumbuhkan “kepercayaan” dan struktur yang baik dalam pertanian Karo. Masalahnya, siapa yang mau lebih dulu menumbuhkan kepercayaan terebut? Jawabannya juga harus secara bersama-sama, pemerintah bergerak dari instansinya, masyarakat bergerak dari rumahnya dan bertemu di lapangan pertanian.

5. Hal yang perlu diperhatikan(SARAN)
5.1 Perlunya suatu komisi atau badan di PEMKAB KARO khusus menangani pertanian(bukan dinas pertanian). Mengapa? Karena berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, 70,93% penduduk Karo adalah keluarga petani(Karo dalam angka 2006). Tidak perlu ragu lagi sebenarnya bagi pemerintah untuk melakukan peperangan utamanya dalam hal pertanian.
5.2 Perlunya kerjasama/jaringan antar sektor. Jaringan yang perlu dibangun teresbut adalah

5.3 Penanaman kembali rasa kepercayaan dalam masyarakat Karo. Caranya dengan:
5.3.1 Pemerintah memiliki kinerja yang dapat dipercaya dan ambisi untuk memajukan pertanian Karo.
5.3.2 Peningkatan rasa “kekaroan” baik di keluarga, maupun perlunya kelompok-kelompok/organisasi yang menguatkan rasa Karo. Seperti organisasi pemuda, kelompok seni/budaya dan sebagainya.



Sumber referensi
Pelzer, Karl J.1978. Toean Keboen dan Petani. Jakarta: Sinar Harapan.
Kabupaten Karo dalam Angka 2006.BPS Kabupaten Karo.
Panduan Pertanian Jeruk Siam Madu Karo. USAID-AMARTA.
www.waspadaonline.com

Rabu, 08 Juni 2011

profil desa tertinggal di Kabupaten Karo

Kajian Sosiologis Mengenai Desa Tertinggal
(Desa Mburidi, Kabupaten Karo)
O
L
E
H
Salmen Sembiring
2010

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara berkembang sudah tentu memiliki banyak desa yang masih tertinggal atau belum maju. Hal ini berkaitan dengan proses pembangunan yang sedang atau yang sudah dilakukan di Indonesia, juga terkait dengan berbagai kebijakan public yang dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah yang memegang kekuasaan. Seperti pada masa Orde Baru misalnya, kebijakan sentraisasi pembangunan menyebabkan kesenjangan yang cukup signifikan antara pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya terutama Papua, Sulawesi, dan Kalimantan. Jawa identik dengan daerah industrial sedangkan daerah lain hanya berkembang secara perlahan dengan ekonomi pertaniannya.
Sebanyak 32.379 desa di Indonesia masuk dalam kategori desa tertinggal. Sebagian besar dari desa tersebut berada di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Jumlah desa tertinggal sebanyak 45 persen atau hampir separuh dari jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70.611 desa. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya, desa yang masuk dalam kategori desa tertinggal berjumlah 1.886 desa. Sebagian besar berada di Kabupaten Manggarai yakni dari 254 desa, 229 di antaranya merupakan desa tertinggal. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian tengah, desa tertinggal banyak terdapat di pulau Kalimantan. Di Kalimantan Barat dari 1.530 desa, 944 di antaranya merupakan desa miskin. Begitu pula di Kalimantan Tengah. Di provinsi ini dari 1.531 desa, 1.005 di antaranya masuk kategori desa tertinggal. Kondisi terparah berada di Kabupaten Murung Raya, yakni dari 118 desa 109 di antaranya juga merupakan desa tertinggal.
Sedangkan di wilayah Indonesia bagian barat, desa tertinggal banyak terdapat di Provinsi Sumatera Selatan. Dari 2.778 desa yang ada, sebanyak 1.535 desa (55,26%) masuk dalam kategori desa tertinggal. Sementara untuk Pulau Jawa, desa tertinggal paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Timur. Di Kabupaten Sampang dari 186 desa yang ada, 143 di antaranya juga masuk dalam kategori desa tertinggal. Sedangkan di Kabupaten Bondowoso lebih dari 50 persen desa yang ada juga merupakan desa tertinggal. Data ini kita peroleh dari data potensi desa 2005 di Badan Pusat Statistik. Banyak faktor yang dijadikan sebagai tolok ukur suatu desa masuk dalam kategori desa tertinggal. Faktor-faktor itu adalah ketersediaan jalan utama desa, lapangan usaha bagi mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas komunikasi, kepadatan penduduk per km2, sumber air minum, sumber bahan bakar, persentase penggunaan listrik dan persentase pertanian.
Sebanyak 2.717 desa atau perkampungan yang ada di Sumatera Utara tergolong desa atau perkampungan tertinggal. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.899 terletak di kawasan yang bukan tertinggal dan 800 lebih berada di kawasan yang memang tertinggal. Penyebab ketertinggalan tersebut masih didominasi persoalan infrastruktur jalan yang menghubungi daerah tersebut dengan dunia luar. Kondisi ini diperparah jalan di Sumatera Utara yang rusak berat. Sebagian besar kawasan tertinggal berada di daerah perbukitan dan pesisir pantai. Bappeda Sumatera Utara mencatat dari 25 kabupaten/kota terdapat enam kabupaten yang masih tergolong tertinggal. Yakni Kabupaten Toba Samosir, Dairi, Pakpak Barat, Tapanuli tengah, Nias, dan Nias Selatan.
Kabupaten Karo bukanlah daerah yang termasuk ke dalam kabupaten yang tertinggal, namun masih ada beberapa desa yang dapat dikategorikan tertinggal dibandingkan dengan desa-desa yang lain di Kabupaten Karo itu sendiri. Desa-desa yang tertinggal di Kabupaten Karo ini terutama yang berada pada daerah perbatasan seperti Kecamatan Juhar dan Kecamatan Mardingding(berbatasan dengan Langkat dan Aceh) sedangkan daerah yang berbatasan dengan Simalungun, Deli Serdang dan Dairi sudah tidak layak dikatakan sebagai daerah tertinggal.
Kabupaten Karo, daerah dengan aktivitas perekonomian utamanya adalah pertanian dinyatakan pemerintahnya bukan lagi sebagai kabupaten yang tertinggal. Kabupaten yang berada di Dataran Tinggi Karo ini ternyata masih memiliki beberapa desa yang sebenarnya masih dapat dikatakan sebagai desa yang tertinggal terutama di Kecamatan Juhar, Kuta Buluh dan Mardingding (daerah perbatasan dengan kabupaten atau Provinsi Aceh) salah satunya adalah Desa Mburidi di Kabupaten Karo.
PEMBAHASAN
Desa Mburidi, Kecamatan Kuta Buluh Kabupaten Karo berjarak sembilan belas kilo meter dari Kuta Buluh (ibu kota kecamatan). Untuk menempuhnya dari ibu kota kecamatan dilakukan dengan mobil jeep selama kurang lebih tiga jam perjalanan dengan bayaran Rp.15.000,- per orang dan belum termasuk ongkos barang. Jumlah rumah tangganya kurang lebih 160 kepala keluarga dan sekitar 900 jiwa penduduk dengan mayoritas penduduk adalah 95% suku Karo dan sisanya suku lain. Agama yang dianut adalah Islam, Kristen dan Pemena.
Kegiatan perekonomian masyarakatnya adalah bertani dan beternak. Dengan jarak yang cukup jauh ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten maka warga membeli barang-barang kebutuhannya hanya sekali dalam seminggu yaitu pada hari rabu ke pasar Kuta Buluh. Jalan menuju desa ini sangat rawan yaitu belum tersentuh aspal melainkan batu-batuan yang tidak teratur, terjal dan di sisi jalan adalah jurang yang dalam. Dibanding dengan tiga desa lainnya sebagai jalur yang harus dilewati menuju desa ini, maka Desa Mburidi dapat dikategorikan desa yang masih sangat tertinggal, seperti Desa Kuta Buluh, Kuta Male dan Arih Tenggalan. Ketiga desa ini infrastrukturnya sudah dapat dikatakan sudah cukup baik yakni jalan desa yang di aspal, rumah-rumah warga telah dimasuki oleh PLN dan air PAM.
Lain halnya dengan Desa Mburidi, jalan menuju desa yang masih terdiri dari bongkahan batu, belum dimasuki oleh listrik Negara dan dengan sekitar 160 kepala keluarga hanya memiliki tiga unit kamar mandi umum yang dipergunakan oleh seluruh warga desa tekadang warga memanfaatkan sungai yang berada tidak jauh dari desa untuk keperluan MCK. Listrik yang ada di Desa Mburidi hanya memakai pembangkit listrik tenaga surya atas sumbangan negara lain. Pasokan listrik ini hanya cukup digunakan oleh warga hanya untuk penerangan saja, sedangkan untuk televisi dan radio tidak mencukupi. Oleh karena itu akses informasi ke desa ini sangat terbatas yakni dari warung kopi yang menghidupkan televise dengan genset mereka.
Mengenai pendidikan, di desa ini hanya memiliki satu unit sekolah dasar (SD), sedangkan untuk melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA harus ke ibukota kecamatan atau ibukota kabupaten di Kaban Jahe. Penduduk Desa Mburidi rata-rata hanya tamat sekolah dasar, alas an rata-rata penduduk untuk tidak melanjut adalah mengenai jauhnya perjalanan yang harus ditempuh karena infrastruktur jalan yang tidak bagus.
Sekalipun agama modern (Islam dan Kristen) telah masuk ke desa ini, kebanyakan warganya juga masih mengikuti kegiatan-kegiatan agama tradisional(agama Pemena) yaitu terlihat dari budaya erpangir ku lau yang masih sering dilakukan oleh warga Desa Mburidi.
Pandangan Charles H.Cooley dan W.I Thomas
Cooley menjelaskan bahwa konsep diri manusia tidak semata-mata sebagai warisan biologis semata melainkan juga sebagai bentukan lingkungan sosialnya. Kepribadian individu akan sangat dipengaruhi oleh pandangan orang orang di sekitarnya mengenai siapa dirinya, dan konsep diri ini terbentuk oleh proses komunikasi interpersonal yang terus berlangsung. Perasaan diri seseorangg sering diperpanjang ke berbagai kelompok dimana mereka adalah bagian dari kelompok tersebut. Orang-orang akan berbicara “keluarga saya”, “desa kami” dan lainnya. Dalam hal ini orang-orang mendefinisikan diri mereka dengan suatu kelompok tentang kemauan bersama, pandangan , pelayanan dan lainnya.
Masyarakat Desa Mburidi adalah masyarakat homogeny Karo yang masih mengadopsi nilai tradisi lama suku Karo. Suku Karo yang tradisional tidak memiliki keinginan untuk hidup bermewah-mewahan atau hanya sekedar cukup makan. Desa Mburidi yang memiliki keterbatasan akses baik dengan desa lainnya karena infrastruktur yang tidak menjanjikan sehingga kepribadian generasi berikutnya juga sama dengan generasi sebelumnya yakni mereka mendefinisikan diri mereka sebagai Karo tradisional yang cukup hidup dari pertanian mereka, tidak perlu pendidikan tinggi, tidak perlu barang-barang mewah dan sebagainya.
Institusi social menurut Cooley hanyalah merupakan pandangan umum atau pikiran orang banyak seperti kebiasaan-kebiasaan dan symbol-simbol. Pandangan umum muncul dari komunikasi interpersonal, jadi semakin banyak jumlah orang yang melakukan komunikasi interpersonal maka semakin kaya juga nilai umum suatu institusi social. Perasaan diri seseorang akan dinyatakan dalam perilaku yang Nampak. Masyarakat Desa Mburidi yang jarang ke luar dari desanya menyebabkan arus informasi dari luar sangat minim jadi warga desa pada akhirnya nyaman dengan nilai-nilai atau pandangan lama mereka.
Sejalan dengan Cooley, Thomas juga berpendirian bahwa perilaku manusia bukanlah sebagai refleksif atas stimulus lingkungan semata karena manusia mengawali tindakannya dengan tahap pengujian dan pertimbangan yang disebutnya sebagai definisi situasi. Masyarakat mendefinisikan beragam situasi berdasarkan apa yang mereka alami selama proses sosialisasi. Definisi social mencerminkan nilai-nilai serta tujuan bersama daripada masyarakat. Analisa situasi Thomas memberikan sumbangan untuk melihat pentingnya perbedaan budaya atau subkultur dalam definisi-definisi yang diakui.
Seperti yang dijelaskan oleh Thomas dimana individu itu akan berperilaku sesuai apa yang mereka definisikan tentang diri mereka. Sekali lagi intensitas interaksi sangat mempengaruhi hal ini. Jika semakin beragam masyarakat maka semakin banyak pula situasi yang dapat didefinisikan. Warga Desa Mburidi yang dihuni oleh komunitas homogeny yakni Suku Karo mendefinisikan diri mereka adalah warga desa, petani, tidak perlu pendidikan dan sebagainya.
Menurut pandangan kedua teoritisi ini, intensitas interaksi dan jumlah orang-orang yang berinteraksi sangat mempengaruhi kekayaan pikiran dari individu. Kekayaan pikiran individu ini juga akan mempengaruhi kekayaan pikiran masyarakat atau institusi social masyarakat desa. Arus informasi dari luar, sarana infrastrukstur dan lainnya semuanya merupakan pendukung dari kekayaan pemikiran dari masyarakat desa yang masih tertinggal. Dalam hal ini juga perlunya agen tertentu atau kebijakan pemerintah tertentu untuk meratakan perkembangan desa-desa yang ada di seluruh Negara.

PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
1. Kabupaten Karo yang bukan masuk dalam kategori kabupaten tertinggal masih memiliki desa desa yang tertinggal seperti daerah Kuta Buluh, Mardingding dan Juhar.
2. Desa Mburidi adalah salah satu desa yang masih dapat dikatan tertinggal dibanding dengan desa-desa yang ada di sekitarnya.
3. Infrastruktur yang tidak mendukung menyebabkan Desa Mburidi tertinggal dari desa-desa lainnya. Infrastruktur desa tidak mendukung masyarakat untuk berinteraksi secara intens dengan masyarakat luar desa.
4. Nilai-nilai tradisonal Karo masih melekat dalam warga Desa Mburidi sehingga mereka kuarng peduli terhadap nilai-nilai modern.
5. Perlunya kebijakan pemerintah atau perlunya agen untuk mengubah pola pikir dari masyarakat desa tertinggal. Hal yang terutama adalah pemerataan pembangunan infrastruktur jalan dan sarana informasi dan komunikasi.

Sumber Referensi
Hambali Batubara.2006. Desa Tertinggal di Sumatera Utara Mencapai 2.717. http://niasbarat.wordpress.com/2007/06/18/sebanyak-2717-desa-tertinggal-di-sumut/ (Dikutip pada 18 Mei 2011)
KenYunita.2006. 45% Desa di Indonesia Masuk Kategori Desa Tertinggal . .http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/12/time/163933/idnews/673876/idkanal/10. (Dikutip pada 18 Mei 2011)
Dana Tarigan.2009. Potret Desa Karo:Mburidi. Tabloid Sora Sirulo Edisi XXXIII. Green Medan: Medan.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo: Jakarta.
Sunarto, Kamanto.1988. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. FE-UI press: Jakarta.

Jumat, 15 Oktober 2010

PANDUAN PERAWATAN JERUK USIA 5 TAHUN
(1/4 HEKTAR ATAU 178-200 BATANG)
(Berdasarkan Standar Prosedur Operasional AMARTA-USAID)
1. Pengapuran
Pemberian dolomite(sebaiknya dengan mesh 100)
- Januari(dua minggu sebelum panen)
- Agustus(dua minggu sebelum panen)
- Kebutuhan dolomite 1kg/batang ditabur dua kali;januari dan agustus
- Jumlah batang 178 X 1kg=178 kg ditabur sekitar bawah tudung batang jeruk.
2.Pemupukan
2.1. Merangsang Tunas(N+K+B)—JANUARY DAN AGUSTUS
Pupuk yang digunakan adalah Urea, ZA, ZK(SOP), Kiesriet, Borat
- Urea 500 gr/btg/6bln—penaburan dalam sekali 166gr/btg total kebutuhan 166grX178btg= 29.548gr atau 30 kg.—30kgX Rp.@2800=Rp.84.000,- (urea sebaiknya berjumlah 250gr/btg)
- ZA 1000gr/btg/6bln—penaburan untuk sekali 333gr/btg total kebutuhan 333grX178btg=59.274gr atau 60 kg.—60kg X Rp.@1600=Rp.96.000,- (sebaiknya pada saat ini ZA diberikan sebanyak 500gr/btg)
- ZK/KCl/SOP 500gr/btg/6bln—penaburan untuk sekali 166gr/btg total kebutuhan 166grX178btg=29.548gr atau 30 kg—30kg X Rp@10.000=300.000,-
- Kiesriet 100gr/btg/6bln—penaburan dilakukan hanya dua kali jadi setiap penaburan 50gr/btg—total kebutuhan 50grX178btg=8.900gr atau 9 kg.—9kgXRp.@4000=Rp.36.000,- (pada saat ini kiesriet bisa tidak ditabur).
- Borat/boron 15gr/btg/6bln—penaburan hanya sekali—total kebutuhan 15grX178btg=2670gr atau 2,5 kg.—2,5kg X Rp.@18.000=Rp.45.000,-.

Catatan:
*penaburan sebaiknya seminggu setelah panen
*penaburan sebaiknya akhir musim kemarau atau awal musim hujan
*pupuk ditabur keliling dibawah tudung batang(±1-1,5 meter dari pokok)
*boron diberikan hanya sekali ini saja atau sesuai kebutuhan dan perkembangan tanaman.


2.2. Merangsang Bunga dan Putik(N+P+K)
Pupuk yang digunakan adalah Urea, ZA, SP36, ZK(SOP), Kiesriet(sekali tabur)
- Urea 166gr/btg total kebutuhan 166gr X 178 btg= 30 kg X @Rp.2800=Rp.84.000,-
- ZA/Garam 250gr/btg total kebutuhan 250gr X 178 btg= 45 kg X@Rp.1600=Rp.72.000,-
- SP 250gr/btg total kebutuhan 250gr X 178btg= 45 kg X @Rp.2800=Rp.126.000,-
- ZK 125gr/btg total kebutuhan 125gr X 178btg= 23 kg X @Rp.10.000=Rp.230.000,-
- Kiesriet 50gr/btg total kebutuhan 50gr X 178btg= 9 kg X @Rp.5000= Rp.45.000,-
2.3. Pembesaran Buah(N+K+Mg)
Pupuk yang digunakan adalah Urea, ZA, ZK, Kiesriet.
- Urea yang dibutuhkan sama dengan 2.2. yakni 30 kg=Rp.84.000,-
- ZA yang dibutuhkan sama dengan 2.2. yakni 45 kg=Rp.72.000,-
- Kiesriet yang dibutuhkan sama dengan 2.2 yaitu 9 kg=Rp.45.000,-
- ZK yang dibutuhkan sama dengan 2.2 yaitu 23 kg=Rp.230.000,-
2.4. Merangsang Percepatan Pematangan(N+P+K+Mg)
Pupuk yang digunakan adalah Urea, ZA, SP36, Kiesriet.
- Urea yang dibutuhkan sama dengan 2.2. yakni 30kg=Rp.84.000,-
- ZA yang digunakan adalah sama dengan 2.2. yaitu 45kg=Rp.72.000,-
- ZK sama dengan 2.2. yaitu 23 kg= Rp.230.000,-
- Kiesriet sama dengan 2.2. yaitu 9kg=Rp.45.000,-
2.5. Menahan Buah(N+K+Mg+B)
Pupuk yang digunakan adalah Urea, ZA, ZK, Kiesriet, Boron.
- Urea sama dengan 2.2. yakni 30kg=Rp.84.000,-
- ZA sama dengan 2.2. yakni 45 kg=Rp.72.000,-
- ZK sama dengan 2.2. yakni 23kg=Rp.230.000,-
- Kiesriet sama dengan 2.2. yakni 9 kg=Rp.45.000,-
- Borat sama dengan 2.1 yakni 2,5kg=Rp.45.000,-
3. Pupuk Organik
Pupuk organic bisa dari pupuk kandang(kotoran hewan) atau humus hutan. Penaburan hanya dilakukan dua kali dalam setahun atau setiap enam bulan sekali. Kebutuhannya adalah 5kg/btg. Jadi total kebutuhan adalah 5kg X 178btg = 890 kg atau ±15 sorong.


Sumber : AMARTA USAID DI SADUR SESUAI KEPENTINGAN OLEH sALMEN sEMBIRING

ilmu penobatan tradisional karo

Ilmu Pengobatan Karo

Masyarakat Karo memiliki filosofi pengobatan yaitu “Lit Bisa Lit Tawar” yang berarti setiap ada penyakit pasti ada obatnya. Masyarakat Karo sejak dulu telah mengenal obat-obat tradisional yang beragam, ini menunjukkan bahwa masyarakat Karo mengenal beberapa jenis penyakit dan juga cara-cara mengobatinya.

Sesuai dengan jenis kelamin anggota masyarakat dan juga tingkatan usia, maka obat-obat ini dapat dibagi atas:
1. tambar danak-danak “obat anak-anak”
2. tambar pernanden “obat kaum ibu”
3. tambar perbapan “obat kaum bapak”
4. tambar sinterem “obat orang banyak”

Berikut dipaparkan beberapa jenis obat tradisional Karo, setidak-tidaknya menambah wawasan bahwa masyarakat Karo sejak zaman dulu sudah mengenal obat-obatan.
1. tambar danak-danak
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa obat untuk anak-anak, dan dapat juga dipergunakan bagi orang dewasa.
a. Tambar kudil/ obat kudis (scabiies)

Pulungenna (ramuannya):
Bulung ruku-ruku (daun ruku-ruku)
Bulung mbako (daun tembako)
Buah jerango (buah jerangau)
Buruh (batu apung)
Bulung bedi (daun bedi)
Minak (minyak kelapa)

Enda me karina igiling, icampur, janah e me isapuken kempak kudil e alu mbulu manuk (ini semua digiling, dicampur, dan dioleskan pada kudisnya dengan bulu ayam)

b. penguras reme/ obat cacar (pokken)

Pulungenna (ramuannya):
Bunga kiung (kembang tiung)
Bunga cimen (kembang timun)
Bunga tabu (kembang labu air)
Bunga gundur (kembang kundur)
Bunga beras-beras (kembang silaguri)
Bunga pilulut (kembang pulut-pulut)
Bunga pijer keeling (kembang pijer keling)
Bunga sapa (kembang garingging)
Bunga baho-saho (kembang buah-buah)
Bunga beras (kembang beras)
Bunga jamber (kembang labu makan)

Ireme ibas lau meciho, launa e me iinem (direndam dalam air bersih, airnya itu diminum)

c. tambar besar (obat sembab)

pulungenna (ramuannya) :
bulung sisik naga (daun sisik naga)
bulung sigerbang (daun sigerbang)
bening (beras hancur)
batang pisang rukruk (pohon pisang abu)
belo penurungi (sirih lengkap)

karina enda itutu tah pe igiling meluma-melumat, janah e me isapuken i bas si besar e (semuanya ditumbuk atau digiling halus-halus, dan dioleskan pada tempat yang sembab/ bengkak tersebut)

d. tambar tabun (obat epilepsi)

pulungenna (ramuannya) :
bulung gundera (daun bawang panjang)
bulung terbangun (daun terbangun)
bulung serei (daun serai)
bulung pupuk mula jadi (daun pupuk mula jadi)
bulung kelawas (daun lengkuas)
sira (garam)
lada (merica)
sipesir (rumput tahi babi)

igiling, ipecek, launa iinem (digiling, diperas, airnya diminum)

e. tambar gembung (obat kembung perut)

pulungenna (ramuannya) :
bulung pegaga (daun pegaga)
belo penurungi (sirih sekapur lengkap)
bulung bahing (daun jahe)
bulung lasuna (daun bawang putih)
bulung kelempoan (daun kelampayan)

igiling, itama ibas perca-perca janah idampelken ibas beltek si gembung e (digiling, dibungkus dalam kain lalu ditempelkan pada perut yang kembung itu.

f. tambar pemantan (obat diare)

pulungenna (ramuannya) :
buah gundera (bawang panjang)
tinaruh manuk (telur ayam)
kulit cingkam (kulit cingkam)
sira (garam)
acem (asam)

igiling, ipecek janah launya iinem (digiling, diperas lalu airnya diminum).

untuk obat anak-anak sekian dulu yg bisa dibagi sebenarnya masih banyak tp yang paling sering digunakan saja yg dishare..

2. tambar pernanden

a. tambar la mupus (obat supaya sang ibu subur dan melahirkan)

pulungenna (ramuannya) :
bulung silebur pinggan (daun silebur pinggan)
bulung sirampas bide (daun sirampas bide)
bulung acem-acem (daun asam puyu)
daun-daun ini digiling lalu campurannya di taruh dalam kain-kain, kemudian di simpan di bawah celana dalamnya.

b. tambar la erlau cucu (obat membuat susu ibu berair)

pulungenna (ramuannya) :
bunga tepu kerbo (bunga mombang kerbau)

direndam dalam air jernih, lalu airnya diminum. Setelah beberapa hari maka si ibu akan memiliki banyak susu.

c. tambar ngerawis (obat memperlancar kelahiran)

pulungenna (ramuannya) :
bunga gadung belin (bunga ubi si arang)
bunga rudang gara (bunga kembang sepatu)

bunga-bunga ini dicincang, ditaruh di dalam air bersih lalu airnya diminum oleh si ibu yang mau melahirkan.

d. tambar barut (obat gondok)

ambil buih air yang melekat di batu, dicampur dengan sedikit air lalu diminum

3. tambar perbapan (kaum lelaki)

a. tambar karang (obat sakit kencing (gonorzhoe)

pulungenna (ramuannya) :
buah kenas tasak (buah nenas masak) -bukan sembarang nenas-
gula batu
jeira buganna

nenas dikupas terus dipotong persegi sekitar 1 inci perpotong terus gula batu ditabur dinenas. Bersama dengan jeiranya di tumbuk terus diembunkan semalam.

b. tambar jalang jahe (obat sipilis)

pulungenna (ramuannya) :
buah lobak (buah lobak)
gula batu
jeira jantan

Lobak dipotong potong persegi, tabur gula batu taruh jeira nya trus campur dengan air hangat secukupnya terus diembunkan semalam.

c. tambar kurap/pano (obat kurap/panu)

pulungenna (ramuannya) :
bulung alinggang (daun galinggang)
kapur (kapur)

keduanya digiling, diperas. kemudian airnya dioleskan ke panu/kurap lalu ampasnya dimakan.

4. tambar sinterem (obat orang banyak)

a. tambar arun/magin(obat malaria)

pulungenna (ramuannya) :
buah kuning gajah
buah jerango (buah jerangau)
buah rimo mungkur (buah jeruk purut)
sira (garam)
lada (merica)
acem (asam)

ramuan ini digiling atau ditumbuk lalu diperas airnya untuk diminum.

b. tambar penyampi (obat sakit perut)

pulungenna (ramuannya) :
bulung rih (daun lalang muda) ditumbuk dan tempelkan pada perut atau ageng (arang) digiling dan tempelkan pada perut.

c. tambar mbatuk (obat batuk)

pulungenna (ramuannya) :
bulung gundera (daun bawang panjang)
sira (garam)
lada (merica)
beras (beras)
kemiri (kemiri)

semuanya digiling, campur dengan air lalu diminum.

d. tambar rangsang (obat memar)

pulungenna (ramuannya) :
bulung mbertik (daun pepaya)

dikunyah-kunyah lalu semburkan pada bagian yang sakit

e. tambar luka (obat luka)

pulungenna (ramuannya) :
bulung solawan (daun salawan)
bulung sampun (daun rumput manis)
bulung sipil-sipil (daun sipil-sipil)
takaran banyaknya disamakan, dikunyah lalu letakkan pada luka tersebut. seandainya tidak ada ketiganya, satu atau duapun sudah boleh dijadikan ramuannya.

e. tambar sela sibakut (obat disengat lele):


pada bekas disengatnya diisap agar keluar darahnya, sesudah itu dikencingi pada bekas sengat itu.

Pengobatan Karo Lainnya

Tawar Penggel(Pengobatan Patah Tulang)

Pengobatan patah tulang ini dilakukan oleh seorang guru(tabib) melalui cara dan berbagai obat-obatan. Tawar Penggel ini termasuk pengobatan dari berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan urat, otot, dan tulang seperti terkilir, keseleo, tulang bergeser, salah urat, patah tulang sampai tulang remuk. Prosesnyapun tidak serumit di rumah sakit dimana harus dironsen atau jika dianggap tidak mungkin ditolong maka dilakukan amputasi. Lain halnya dengan Tawar Penggel ini, sang guru hanya melihat tulang atau urat yang bermasalah kemudian menyentuhnya dan mengembalikannya dalam sekali sentuhan saja. Setelah itu diolesi minak(minyak urut) yang diramu oleh guru tersebut.

Oukup

Oukup atau mandi uap adalah sejenis pengobatan yang dibuat untuk mpetuai (mempercepat penuaan) bagi ibu yang baru melahirkan. Namun, akhir-akhir ini Oukup berkembang menjadi pengobatan bukan hanya bagi ibu yang baru melahirkan tapi bisa bagi siapa saja. Ramuannya terdiri dari puluhan jenis jeruk, puluhan jenis akar-akaran hutan, puluhan jenis daun-daunan hutan yang direbus dalam priuk kemudian dapat dipakai.

Kesaya

Kesaya adalah jenis tawar(tambar) yang dibuat untuk mengobati masuk angin dan meningkatkan nafsu makan. Kesaya ini terdiri dari bahan-bahan yang umumnya adalah bumbu dari dapur seperti bawang merah dan putih, alia(jahe), lada, daun-daun hutan, garam dan air perasan batang asam patikala.

Dampel

Dampel adalah air dari perasan daun-daunan dari ladang, umumnya digunakan untuk mengobati gatal-gatal, alergi dan anti nyamuk. Ada juga dampel yang bahannya daru daun-daun di sekitar halaman rumah yang fungsinya adalah sama.

Surung-Surung

Surung-surung adalah obat yang digunakan bagi anak yang baru lahir dan ibu yang baru melahirkan fungsinya adalah mpetuai daging(menguatkan otot-otot ibu dan bayi) juga unutk menghangatkan badan. Bahan surung-surung adalah daun sirih, gambir, kapur, lada dan jahe.

Sembur

Sembur adalah obat yang terdiri dari beras, daun-daunan hutan, jahe, lada, jerangau, pala, dan akar-akaran dari tanaman obat yang semuanya digongseng kemudian ditumbuk tidak terlalu halus. Cara memakainya yaitu disemburkan ke bagian tubuh yang dianggap perlu. Sembur ini memiliki manfaat yaitu antara lain mengobati masuk angin, sakit perut, perut.

Kuning

Kuning adalah sejenis obat yang berbahan dasar dari beras(tepung beras khusus), kesaya dan daun-daun obat. Ada banyak jenis kuning dalam masyarakat Karo, namun secara garis besar dapat dibagi kedalam beberapa bagian yaitu:

- Kuning las yaitu yang bermanfaat untuk menghangatkan badan

- Kuning bergeh yaitu yang bermanfaat untuk penyakit salah makanan, sakit perut, atau sakit yang tiba-tiba.

- Kuning serdang yaitu bermanfaat untuk gatal-gatal, disengat serangga, alergi, bengkak atau penyakit yang datang tiba-tiba.

- Kuning agi-agi yaitu untuk anak yang baru lahir.

Tambar penguras atau obat tetanus

Bahan-bahannya tidak diketahui seluruhnya tapi terdiri dari ratusan jenis dedaunan dan akar-akaran dari hutan. Kemudian bahan tersebut dijemur kemudian ditumbuk sampai halus untuk pemakaiannya dicampur dengan air dari perasan pelepah pohon pisang sitabar dekah. Pada saat sekarang ini obat ini dicampur dengan alcohol kadar rendah(12-19%).

Tambar sentriin-belbelen/disentri-berak darah-ambeyen

Bahannya adalah kudung-kudung galuh sileyuh(jantung pisang si leyuh). Caranya jantung pisang dibelah empat vertical kemudian direbus dengan sedikit garam, air saringan inilah yang digunakan sebagai obat disentri tersebut.

Minak alun(minyak urut)

Minak alun umumnya berbahan dasar minyak kelapa dan kempayang(daun-daun obat). Biasanya digunakan untuk urut/pijat, juga digunakan oleh guru tawar penggel(dukun patah), juga untuk dipakai sehari-hari. Minak alun diracik oleh orang-orang tertentu, umumnya memiliki pengetahuan lebih dari masyarakat biasa dan juga biasanya adalah dilakukan turun-temurun/keturunan pembuat minyak urut.

Alun(urut)

Alun adalah pengobatan yang bertujuan untuk menormalkan fungsi otot dan urat(aliran darah). Perbedaannya dengan tawar penggel adalah alun terbatas pada pemulihan fungsi otot atau urat, juga karena salah susunan usus karena hal-hal tertentu. Alun sesungguhnya tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang karena dapat berakibat buruk. Alun juga dapat dilakukan untuk memperbaiki peranakan, saluran rahim, pengangkatan rahim, aborsi, demikian juga untuk laki-laki dewasa yang bermasalah dengan kelainan fungsi seks.

Baja

Baja adalah obat yang digunakan untuk mengobati sakit gigi atau sakit tulang lainnya. Bahannya adalah batang pohon jeruk atau kemiri, bahan tersebut dibakar di bara api kemudian digesek-gesek ke besi atau parang sampai menghasilkan minyak. Minyak tersebutlah dinamai baja, pemakaiannya yaitu dimasukkan ke gigi yang sakit. Untuk sakit tulang cara pemakaiannya yaitu mengikuti jalur ring-ring(sekeleton dan sendi).

Jenis-jenis penyakit dalam masyarakat Karo yang lain adalah:

- Penakit mula jadi(sawan)

- Aji-aji(kanker)

- Pustab(rematik)

- Penakit Beltek(penyakit di perut)

- Pusuhen(sakit jantung)

Nama-nama daun-daun yang digunakan sebagai obat pada masyarakat Karo:

- Gagaten arimo

- Gagaten imbo

- Tawar sedarih

- Kapal-kapal tawar ipuh

- Kapal-kapal gara tundal

- Kapal-kapal ergilen urat

- Kapal-kapal bilalang manuk

- Bulung-bulung tengah juma(seluruh dedaunan di ladang)

- Surat Dibata

- Besi-besi

- Sangke sampilet

- Silebur kumpa

- Lancing

- Dagang

- Siberani

- Penggel kuda.

Nama-nama akar-akaran yang digunakan sebagai obat pada masyarakat Karo:

- Akar sibaguri

- Akar padang teguh

- Asar-asar

- Dll.

Sumber:

Gintings, E.P. 1999. Religi Karo. Kabanjahe: Abdi Karya.

http://karo.or.id/tambar-obat-tradisional-karo.html. Diakses 29 September 2010 dan 5 Oktober 2010.

http://bataviase.co.id/node/117550. Diakses 29 September 2010.