Rabu, 08 Juni 2011

profil desa tertinggal di Kabupaten Karo

Kajian Sosiologis Mengenai Desa Tertinggal
(Desa Mburidi, Kabupaten Karo)
O
L
E
H
Salmen Sembiring
2010

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara berkembang sudah tentu memiliki banyak desa yang masih tertinggal atau belum maju. Hal ini berkaitan dengan proses pembangunan yang sedang atau yang sudah dilakukan di Indonesia, juga terkait dengan berbagai kebijakan public yang dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah yang memegang kekuasaan. Seperti pada masa Orde Baru misalnya, kebijakan sentraisasi pembangunan menyebabkan kesenjangan yang cukup signifikan antara pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya terutama Papua, Sulawesi, dan Kalimantan. Jawa identik dengan daerah industrial sedangkan daerah lain hanya berkembang secara perlahan dengan ekonomi pertaniannya.
Sebanyak 32.379 desa di Indonesia masuk dalam kategori desa tertinggal. Sebagian besar dari desa tersebut berada di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Jumlah desa tertinggal sebanyak 45 persen atau hampir separuh dari jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70.611 desa. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya, desa yang masuk dalam kategori desa tertinggal berjumlah 1.886 desa. Sebagian besar berada di Kabupaten Manggarai yakni dari 254 desa, 229 di antaranya merupakan desa tertinggal. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian tengah, desa tertinggal banyak terdapat di pulau Kalimantan. Di Kalimantan Barat dari 1.530 desa, 944 di antaranya merupakan desa miskin. Begitu pula di Kalimantan Tengah. Di provinsi ini dari 1.531 desa, 1.005 di antaranya masuk kategori desa tertinggal. Kondisi terparah berada di Kabupaten Murung Raya, yakni dari 118 desa 109 di antaranya juga merupakan desa tertinggal.
Sedangkan di wilayah Indonesia bagian barat, desa tertinggal banyak terdapat di Provinsi Sumatera Selatan. Dari 2.778 desa yang ada, sebanyak 1.535 desa (55,26%) masuk dalam kategori desa tertinggal. Sementara untuk Pulau Jawa, desa tertinggal paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Timur. Di Kabupaten Sampang dari 186 desa yang ada, 143 di antaranya juga masuk dalam kategori desa tertinggal. Sedangkan di Kabupaten Bondowoso lebih dari 50 persen desa yang ada juga merupakan desa tertinggal. Data ini kita peroleh dari data potensi desa 2005 di Badan Pusat Statistik. Banyak faktor yang dijadikan sebagai tolok ukur suatu desa masuk dalam kategori desa tertinggal. Faktor-faktor itu adalah ketersediaan jalan utama desa, lapangan usaha bagi mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas komunikasi, kepadatan penduduk per km2, sumber air minum, sumber bahan bakar, persentase penggunaan listrik dan persentase pertanian.
Sebanyak 2.717 desa atau perkampungan yang ada di Sumatera Utara tergolong desa atau perkampungan tertinggal. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.899 terletak di kawasan yang bukan tertinggal dan 800 lebih berada di kawasan yang memang tertinggal. Penyebab ketertinggalan tersebut masih didominasi persoalan infrastruktur jalan yang menghubungi daerah tersebut dengan dunia luar. Kondisi ini diperparah jalan di Sumatera Utara yang rusak berat. Sebagian besar kawasan tertinggal berada di daerah perbukitan dan pesisir pantai. Bappeda Sumatera Utara mencatat dari 25 kabupaten/kota terdapat enam kabupaten yang masih tergolong tertinggal. Yakni Kabupaten Toba Samosir, Dairi, Pakpak Barat, Tapanuli tengah, Nias, dan Nias Selatan.
Kabupaten Karo bukanlah daerah yang termasuk ke dalam kabupaten yang tertinggal, namun masih ada beberapa desa yang dapat dikategorikan tertinggal dibandingkan dengan desa-desa yang lain di Kabupaten Karo itu sendiri. Desa-desa yang tertinggal di Kabupaten Karo ini terutama yang berada pada daerah perbatasan seperti Kecamatan Juhar dan Kecamatan Mardingding(berbatasan dengan Langkat dan Aceh) sedangkan daerah yang berbatasan dengan Simalungun, Deli Serdang dan Dairi sudah tidak layak dikatakan sebagai daerah tertinggal.
Kabupaten Karo, daerah dengan aktivitas perekonomian utamanya adalah pertanian dinyatakan pemerintahnya bukan lagi sebagai kabupaten yang tertinggal. Kabupaten yang berada di Dataran Tinggi Karo ini ternyata masih memiliki beberapa desa yang sebenarnya masih dapat dikatakan sebagai desa yang tertinggal terutama di Kecamatan Juhar, Kuta Buluh dan Mardingding (daerah perbatasan dengan kabupaten atau Provinsi Aceh) salah satunya adalah Desa Mburidi di Kabupaten Karo.
PEMBAHASAN
Desa Mburidi, Kecamatan Kuta Buluh Kabupaten Karo berjarak sembilan belas kilo meter dari Kuta Buluh (ibu kota kecamatan). Untuk menempuhnya dari ibu kota kecamatan dilakukan dengan mobil jeep selama kurang lebih tiga jam perjalanan dengan bayaran Rp.15.000,- per orang dan belum termasuk ongkos barang. Jumlah rumah tangganya kurang lebih 160 kepala keluarga dan sekitar 900 jiwa penduduk dengan mayoritas penduduk adalah 95% suku Karo dan sisanya suku lain. Agama yang dianut adalah Islam, Kristen dan Pemena.
Kegiatan perekonomian masyarakatnya adalah bertani dan beternak. Dengan jarak yang cukup jauh ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten maka warga membeli barang-barang kebutuhannya hanya sekali dalam seminggu yaitu pada hari rabu ke pasar Kuta Buluh. Jalan menuju desa ini sangat rawan yaitu belum tersentuh aspal melainkan batu-batuan yang tidak teratur, terjal dan di sisi jalan adalah jurang yang dalam. Dibanding dengan tiga desa lainnya sebagai jalur yang harus dilewati menuju desa ini, maka Desa Mburidi dapat dikategorikan desa yang masih sangat tertinggal, seperti Desa Kuta Buluh, Kuta Male dan Arih Tenggalan. Ketiga desa ini infrastrukturnya sudah dapat dikatakan sudah cukup baik yakni jalan desa yang di aspal, rumah-rumah warga telah dimasuki oleh PLN dan air PAM.
Lain halnya dengan Desa Mburidi, jalan menuju desa yang masih terdiri dari bongkahan batu, belum dimasuki oleh listrik Negara dan dengan sekitar 160 kepala keluarga hanya memiliki tiga unit kamar mandi umum yang dipergunakan oleh seluruh warga desa tekadang warga memanfaatkan sungai yang berada tidak jauh dari desa untuk keperluan MCK. Listrik yang ada di Desa Mburidi hanya memakai pembangkit listrik tenaga surya atas sumbangan negara lain. Pasokan listrik ini hanya cukup digunakan oleh warga hanya untuk penerangan saja, sedangkan untuk televisi dan radio tidak mencukupi. Oleh karena itu akses informasi ke desa ini sangat terbatas yakni dari warung kopi yang menghidupkan televise dengan genset mereka.
Mengenai pendidikan, di desa ini hanya memiliki satu unit sekolah dasar (SD), sedangkan untuk melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA harus ke ibukota kecamatan atau ibukota kabupaten di Kaban Jahe. Penduduk Desa Mburidi rata-rata hanya tamat sekolah dasar, alas an rata-rata penduduk untuk tidak melanjut adalah mengenai jauhnya perjalanan yang harus ditempuh karena infrastruktur jalan yang tidak bagus.
Sekalipun agama modern (Islam dan Kristen) telah masuk ke desa ini, kebanyakan warganya juga masih mengikuti kegiatan-kegiatan agama tradisional(agama Pemena) yaitu terlihat dari budaya erpangir ku lau yang masih sering dilakukan oleh warga Desa Mburidi.
Pandangan Charles H.Cooley dan W.I Thomas
Cooley menjelaskan bahwa konsep diri manusia tidak semata-mata sebagai warisan biologis semata melainkan juga sebagai bentukan lingkungan sosialnya. Kepribadian individu akan sangat dipengaruhi oleh pandangan orang orang di sekitarnya mengenai siapa dirinya, dan konsep diri ini terbentuk oleh proses komunikasi interpersonal yang terus berlangsung. Perasaan diri seseorangg sering diperpanjang ke berbagai kelompok dimana mereka adalah bagian dari kelompok tersebut. Orang-orang akan berbicara “keluarga saya”, “desa kami” dan lainnya. Dalam hal ini orang-orang mendefinisikan diri mereka dengan suatu kelompok tentang kemauan bersama, pandangan , pelayanan dan lainnya.
Masyarakat Desa Mburidi adalah masyarakat homogeny Karo yang masih mengadopsi nilai tradisi lama suku Karo. Suku Karo yang tradisional tidak memiliki keinginan untuk hidup bermewah-mewahan atau hanya sekedar cukup makan. Desa Mburidi yang memiliki keterbatasan akses baik dengan desa lainnya karena infrastruktur yang tidak menjanjikan sehingga kepribadian generasi berikutnya juga sama dengan generasi sebelumnya yakni mereka mendefinisikan diri mereka sebagai Karo tradisional yang cukup hidup dari pertanian mereka, tidak perlu pendidikan tinggi, tidak perlu barang-barang mewah dan sebagainya.
Institusi social menurut Cooley hanyalah merupakan pandangan umum atau pikiran orang banyak seperti kebiasaan-kebiasaan dan symbol-simbol. Pandangan umum muncul dari komunikasi interpersonal, jadi semakin banyak jumlah orang yang melakukan komunikasi interpersonal maka semakin kaya juga nilai umum suatu institusi social. Perasaan diri seseorang akan dinyatakan dalam perilaku yang Nampak. Masyarakat Desa Mburidi yang jarang ke luar dari desanya menyebabkan arus informasi dari luar sangat minim jadi warga desa pada akhirnya nyaman dengan nilai-nilai atau pandangan lama mereka.
Sejalan dengan Cooley, Thomas juga berpendirian bahwa perilaku manusia bukanlah sebagai refleksif atas stimulus lingkungan semata karena manusia mengawali tindakannya dengan tahap pengujian dan pertimbangan yang disebutnya sebagai definisi situasi. Masyarakat mendefinisikan beragam situasi berdasarkan apa yang mereka alami selama proses sosialisasi. Definisi social mencerminkan nilai-nilai serta tujuan bersama daripada masyarakat. Analisa situasi Thomas memberikan sumbangan untuk melihat pentingnya perbedaan budaya atau subkultur dalam definisi-definisi yang diakui.
Seperti yang dijelaskan oleh Thomas dimana individu itu akan berperilaku sesuai apa yang mereka definisikan tentang diri mereka. Sekali lagi intensitas interaksi sangat mempengaruhi hal ini. Jika semakin beragam masyarakat maka semakin banyak pula situasi yang dapat didefinisikan. Warga Desa Mburidi yang dihuni oleh komunitas homogeny yakni Suku Karo mendefinisikan diri mereka adalah warga desa, petani, tidak perlu pendidikan dan sebagainya.
Menurut pandangan kedua teoritisi ini, intensitas interaksi dan jumlah orang-orang yang berinteraksi sangat mempengaruhi kekayaan pikiran dari individu. Kekayaan pikiran individu ini juga akan mempengaruhi kekayaan pikiran masyarakat atau institusi social masyarakat desa. Arus informasi dari luar, sarana infrastrukstur dan lainnya semuanya merupakan pendukung dari kekayaan pemikiran dari masyarakat desa yang masih tertinggal. Dalam hal ini juga perlunya agen tertentu atau kebijakan pemerintah tertentu untuk meratakan perkembangan desa-desa yang ada di seluruh Negara.

PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
1. Kabupaten Karo yang bukan masuk dalam kategori kabupaten tertinggal masih memiliki desa desa yang tertinggal seperti daerah Kuta Buluh, Mardingding dan Juhar.
2. Desa Mburidi adalah salah satu desa yang masih dapat dikatan tertinggal dibanding dengan desa-desa yang ada di sekitarnya.
3. Infrastruktur yang tidak mendukung menyebabkan Desa Mburidi tertinggal dari desa-desa lainnya. Infrastruktur desa tidak mendukung masyarakat untuk berinteraksi secara intens dengan masyarakat luar desa.
4. Nilai-nilai tradisonal Karo masih melekat dalam warga Desa Mburidi sehingga mereka kuarng peduli terhadap nilai-nilai modern.
5. Perlunya kebijakan pemerintah atau perlunya agen untuk mengubah pola pikir dari masyarakat desa tertinggal. Hal yang terutama adalah pemerataan pembangunan infrastruktur jalan dan sarana informasi dan komunikasi.

Sumber Referensi
Hambali Batubara.2006. Desa Tertinggal di Sumatera Utara Mencapai 2.717. http://niasbarat.wordpress.com/2007/06/18/sebanyak-2717-desa-tertinggal-di-sumut/ (Dikutip pada 18 Mei 2011)
KenYunita.2006. 45% Desa di Indonesia Masuk Kategori Desa Tertinggal . .http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/12/time/163933/idnews/673876/idkanal/10. (Dikutip pada 18 Mei 2011)
Dana Tarigan.2009. Potret Desa Karo:Mburidi. Tabloid Sora Sirulo Edisi XXXIII. Green Medan: Medan.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo: Jakarta.
Sunarto, Kamanto.1988. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. FE-UI press: Jakarta.